Perpajakan


 RANGKUMAN 
Pokok Bahasan Pajak

Disusun untuk memenuhi salah tugas mata kuliah Perpajakan



 



                                                                                   



Oleh :

HANI ROHANI
NPM : 101100069



                                                                     
                      .......................................               
                                                                                        

 

1.      TENTANG HUKUM PAJAK, ARTI, TUGAS DAN GUNANYA
Hukum pajak disebut hukum fiskal, adalah seluruh dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara dengan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya sering disebut wajib pajak).
Tugasnya adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat yang dapat di hubungkan dengn pengenaan pajak, merumuskannya dalam peraturan-peraturan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum ini, dalam pada itu adalah penting sekali bahwa tidak harus diabaikan begitu saja latar belakang ekonomis dari keadaan-keadaan dalam masyarakat tersebut.
Hukum pajak memuat unsur-unsur hukum tata negara dan hukum pidana dengan acara pidananya. Peraturan-peraturan mengenai pajak sering berubah yaitu sebagai akibat dari perubahan yang terdapat pada kehidupan ekonomi dalam masyarakat dimana perubahan ini mengharuskan pengubahan peraturan-peraturan pajaknya.

2.      PAJAK
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat di tunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan.
Menurut Prof. Adriani kesimpulan yang dapat di tarik dari di atas adalah memasukan pajak sebagai pengertian yang di anggapnya sebagai suatu species kedalam genus pungutan (pungutan adalah lebih luas).
Dalam definisi ini di titik berat diletakkan pada fungsi budgetair dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lain yang tidak kalh pentingnya, yaitu fungsi mengatur.
3.      DEFINISI PAJAK
1.      Definisi Prancis, termuat dalam buku Leory Beaulieu yang berjudul Traite de la Science des finances, 1906, berbunyi:
            Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung yang di paksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang untuk menutup belanja pemerintah.
2.      Definisi Deuttsche Reichs Abgaben Ordnung (RAO-1919) berbunyi:
            Pajak adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodik yang dipungut oleh badan yang berifat umum yang dimana terjadi suatu tasbentand yang karena undang undang-undang telah menimbulkan utang pajak.
3.      Definisi Prof. Edwin R.A Seligman dalam essay in Taxation, (New York, 1925) berbunyi:
Tax is compulsery contribution from the person, to the goverment to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred.
4.      Philiph E. Taylor dalam bukunya The Economics of Public Finance 1984, mengganti “without reference” menjadi “with little reference”
5.      Definisi Mr. Dr. N. J. Feldmann dalam bukunya De overheidmiddelen van Indonesia, Leiden, 1949, adalah :
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa tapa adanya kontrasepsi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
6.      Definisi Prof. Dr. M . J.H . Smeets dalam bukunya The Economische Betekenis der Belastingen, 1951, adalah  :
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adakalnya kontrasepsi  yang dapat di tunjukan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
7.      Definisi Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “pajak yang berdasarkan Asas Gotong Royong” Universitas Padjajran, Bandung, 1964 :
Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
8.      Definisi Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak Pendapatan adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan jasa-jasa timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”, dengan penjelasan sebagai berikut: “dapat dipaksakan” artinya bila utang pajak tidak di bayar, utang itu dapat di tagih dengan kekerasan, sepert surat paksa dan sita, dan juga penyandraan,, terhadap pembayaran pajak, tidak dapat di tunjukan atas timbal balik tertentu, seperti halnya dengan retribusi.
Maka disimpulkan dalam bukunya yang berjudul Pajak dan Pembangunan, Ereosco, 1974, halaman 8: Pajak adalah kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

   4.  CIRI-CIRI YANG MELEKAT PADA PENGERTIAN PAJAK
1. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, di pergunakan untuk public investment.
5. pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur.

5.      RETRIBUSI
Retribusi pada umumya hubungan dengan prestasi dengan kembalinya adalah langsung. Sebab pembayaran tersebut memang ditujukan oleh si pembayar untuk mendapatkan suatu  prestasi yang tertentu dari pemerintah, misalnya pembayaran uang sekolah, pembayaran kuliah, uang ujian, pembayaran abonemen air minum, pembayaran listrik, gas dan sebagainya.

6.      SUMBANGAN
Istilah sumbangan ini mengandung pikiran bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu tidak boleh dikeluarkan dari kas umum, karena prestasi itu tidak di tujukan kepada penduduk seluruhnya, tetapi hanya untuk sebagian tertentu saja.

7.      PERBEDAAN SELANJUTNYA
Batasan mengenai unsur paksaan menurut Prof. Adriani yaitu baik dalam pajak maupun dalam sumbangan keduanya bersifat yuridis artinya dalam membawa akibat-akibat hukum untuk pelanggannya dengan perbedaan bahwa pada pajak sifat memaksanya umumnya jauh lebih kuat dari pada sumbangan. Adapun dalam retribusi paksaan umumnya bersifat ekonomis.

8.      PENGHASILAN NEGARA
Sumber-sumber penghasilan negara terdiri dari :
a. Perusahaan-perusahaan negara baik yang bersifat monopoli maupun non monopoli.
b. Barang-barang milik pemerintah atau barang yang dikuasai oleh pemerintah.
c. Denda-denda dan perampasan-perampasan untuk kepentingan umum.
d. Hak-hak waris atas harta peninggalan yang terlantar.
e. Hibah-hibah wasiat dan hibahan lainnya.
f. Ketiga macam iuran : Pajak, Retribusi dan Sumbangan.

9.      HUKUM PAJAK TERMASUK HUKUM PUBLIK
Hukum pajak adalah sebagian dari hukum publik dan ini adalah bagian dari tata tertib hukum yang  hubungan mengatur antar penguasa dengan warganya.
Yang termasuk kedalam hukum publik adalah : hukum tata negara, hukum pidana, dan hukum administrasi. Sedangkan hukum pajak merupakan anak bagian dari hukum administrasi.

10.  HUBUNGAN DENGAN HUKUM PERDATA
Hubungannya dengan hukum perdata yaitu bagian dari keseluruhan hukum yang mengatur hubungan antar orang-orang pribadi, dan hukum pajak banyak sekali sangkut pautnya.

11.   PERLAWANAN TERHADAP PAJAK
Lepas dari kesadaran kewarganegaraan dan solidaritas nasional, lepas pula dari pengertiannya dengan kewajibannya teadap negara, pada sebagian besar diantara rakyat tidak akan pernah meresap kewajibannya membayar pajak sedemikian rupa sehingga memenuhinya tanpa menggerutu.
Perlawanann Pasif Terhadap Pajak
Perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pungutan pajak dan erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk dan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri.
Perlawanan pasif juga terdapat apabila sistem kontrol tidak di lakukan dengan efektif atau bahkan tidak dapat diadakan.
Perlawanann Aktif Terhadap Pajak
Diantaranya :
a. Penghindaran diri dari pajak
b. Pengelakan atau penyeludupan dari pajak
c. Melalaikan pajak

12.  MENGHINDARKAN DIRI DARI PAJAK
Pembayaran pajak dengan mudah dapat di hindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat di kenakan pajak.
Contoh : Pajak kendaran mobil, dihindari orang dengan membiarkan mobilnya berada di garasi (penahanan), penghindaran diri secara yuridis dll.

13.  MENGELAKAN PAJAK
Apabila penghindaran diri tidak dapat dilaksanakan, maka wajib pajak berusaha menggunakan cara cara lain, diantaranya dengan cara disebut dengan pengelakan pajak, misalnya dengan penyeludupan. Yang dimana pengelakan ini termasuk pelanggaran undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasarnya.
Akibat-Akibat dari Pengelakan :
1.      Dalam bidang keuangan
Pengelakan pajak berarti pos kerugian yang penting bagi negara, dapat menyebabkan ketidakseimbangan anggaran dan kosekuensi-kosekuensi lain yang berhubungan dengan itu seperti penaikan tarif pajak, keadaan inflatoir, dan sebagainya.
2.      Dalam bidang ekonomi
a. Pengelakan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat diantara para pengusaha
b. Pengelakan pajak tersebut merupakan penyebab stagnansi berputarnya roda ekonomi.
c. Pengelakan pajak termaksud juga menyebabkan langkanya modal karena para wajib pajak menyembunyikan keuntungannya.
3.  dalam bidang psikologi
Akibat dari pengelakan pajak itu juga di rasakan dalam bidang psikologi sebab penggelapan membiasakan wajib pajak untuk selalu melanggar undang-undang.

14.  MELALAIKAN PAJAK
Melalaikan pajak yaitu menolak membayar pajak yang telah di tetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi olehnya. Usaha menggalkan pungutan pajak dengan menghalang-halangi penyitaan dengan cara melenyapkan barang-barang yang sekiranya dapat di sita oleh fiskus (dengan jalan mengganti suatu perusahaan pribadi menjadi suatu perseroan, atau menjual barang-barang yang dapat di sita ataupun memindahtangankan atas nama istri atau nama orang lain bukan karena keharusan). Sering juga dengan mengajukan sanggahan kepada pengadilan negri terhadap perintah/cara penyitaantan-keberata atu dengan melancarkan surat-surat berisi protes atau keberatan lainnya.

15.  HUBUNGAN DENGAN HUKUM PIDANA
Hukum pidana seperti yang telah tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan yang terdapat diluarnya yaitu dalam ketentuan-ketentuan undang-undang yang khusus untuk mengadakan peraturan-peraturan dalam segala lapangan, merupakan suatu keseluruhan yang sistematis.
Adapun batas-batas antar tugas aturan-aturan tentang hukuman dalam Undang-Undang Pajak ini (ada yang menamakannya hukum pidana fiskal) dan hukum pidana sipil (yaitu hukum pidan umum setelah dikurangi dengan hukum pidana militer) tidak pasti letaknya seakan-akan tidak di atur dengan menentu, misalnya pemakaian (lagi) materai tempel tang telah terpakai, hingga mulai saat berlakunya S-1941 merupakan kejahatan fiskal dan diancam dalam pasal 122 ayat 1 dari aturan Bea Materai 1921, tetapi sekarang sejak saat itu diancam dalam pasal 260 KUHP.
Prof. Dr. Mr. J. Van der poel (direktur pajak kerajaan Belanda dan Direktur merangkap Guru Besar Akademi Pajak Rotterdam) dalam bukunya Rondom Compositte en Compormis mengutarakan bahwa hukum pidana fiskal sebanyak mungkin harus sesuai denhan hukum pidana umum.

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar